Selasa, 13 Maret 2012

apa yaa? Apakah hidup ini khan lebih baik dari mimpi bag 7


“Iya nanti disampein deh..”
“Makasih, Mbak,” ucapnya.
Lanjutlah Nindya bersama Mentari juga Anggara berjalan
ke sana ke mari mencari-cari buku juga novel yang disukanya.
Luthfi datang menghampiri Mbak kasir itu, “Mbak, saya
pulang..” katanya.
“Eeehh.. Fikri, jangan pulang dulu, ada yang nanyain,
tungguin katanya,” ucap Mbak yang tadi.
“Siapa Mbak??”
“... Siapa yaa?! Lupa nanyain namanya. Tapi orangnya
sering ke sini kok. Dia lagi nyari buku, nanti juga ke sini..
Mmm.. itu tuh.. yang.. menuju kemari..”
“Mmm.. Dya Putri.. Nindya.. Ada apa yaa?!” ucap Luthfi.
“Kangen kali..” kata si Mbak kasir.
“Mungkin.. hehee..” ucap Luthfikri. Mudah-mudahan
saja,” kata hatinya.
 
Nindya menghampiri Luthfi , seraya berkata, “Kak Fikri,
Kak Luthfi..”
“... Dya Putri, ehh.. Nindya..”
“Hmm sama aja.. sini Kak,” kata Nindya menjauh dari
menatari dan Angga.
“Ada apaa gitu?!”
“Hmm.. kak, besok bisa ketemuan, pukul sembilan..?”
"9 pagi?”
“Iyaa.. bisakan??”
“Mmm.. bisa.. bisa.. tapi di mana??
“Di taman kota.. besok yaa Kak, jam 9, jangan lupa..”
“Insya Allah.. kakak datang..” ucap Luthfi.
Menari lewat di samping mereka berdua. “Ehmm, hmm,
heemm..!” sindirnya.
“Ihhh.. Tari, apaa siy..” kata Nindya tersipu malu.
“...”
“Ya udah Kak, Dya pulang..” kata Nindya pada Luthfi.
“Yaa..” ucap Luthfi singkat, lalu menghampiri Mbak kasir.“Mmm.. kayaknya beneran nih kangen..?” kata Mbak
kasir.
“Bisa aja.. Nggak kok, cuman masalah bisniss, hehee..!”
“Bisnis apa bisnis..”
“Ahh.. Mbak ini.. ya udah ah.. saya pulang dulu.. mari
Mbak!” kata Luthfi pamit pulang.
-¤¤¤-

Esoknya Luthfi datang tepat pukul 9 di taman yang
sebutkan Nindya. Luthfi parkirkan dulu motor vespa milik
teman kerjanya yang ia pinjam. Dilihatnya Nindya yang sudah
berada di sana menunggu sambil duduk di kursi taman.
“Mungkin inilah waktu yang tepat..” ucap Luthfi dalam
hati.
“Hey..!!” kata Nindya menyapanya.
“Heyy..!!” udah lama nunggu yaa?? Maaf agak telat.”
“Nggak kok baru juga nyampe, tak apa..”
“Eh iyaa.. emangnya ada apa gitu minta ketemuan di
sini??”
“Mmm.. pengen ditemenin ajaa, buat teman ngobrol,
soalnya gak da temen. Mau ngobrol sama orang-orang di sana
nggak pada kenal.. hehee..” ucap Nindya yang memang sudah
nggak asing dengan Luthfi, apalagi setelah tau bahwa Luthfi
adalah sahabat kakaknya sendiri.
“Eummh.. temen ngobrol doang, penting gak nih..?”
“Penting nggak yaa..??”
“Eihh.. malah nanya lagi. Kalo nggak penting, mending
aku pulang dah..” kata Luthfi tersenyum.
“Yaa pergi aja sana, kalo nggak sayang ma Dya..”
“Hmm.. marrahh niy ceritanya?” ucap Luthfi.
“Iiyy.. siapa yang marah, nggak kok, gak marah, beneran
deh..” kata Nindya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah
tangannya.
“Kalo gitu, boleh duduk nih..?!”
“Yaa bolee lah..”
“... Dya, nggak kuliah??”
“Nanti siang..”
“Ohh..”
“Ehh, Kak. Indah yaa melihat keluarga itu,” ucap Nindya
melihat sebuah keluarga dengan dua anak yang sedang
berlarian. “... Kapan diriku ini seperti itu yaa??” lanjutnya.
“Mmm.. Hmm, yang pengen segera nikah. Udah ada
calonnya kan?”
“Belum Kak, masih nungguin proposal lamaran cinta yang
unik.. hihiihie..” jawab Nindya.
“Hehee proposal cinta.. masa belum ada yang ngajuin itu
ke Nindya,” kata Luthfi menanggapi jawaban Nindya.
“Ada siih, Kak. Banyak, malahan udah numpuk tuh di
lemari kamar, hehee.. Tapi nggak dari hati kayaknya.”
“Hmm.. gak dari hati yaa? ... Kakak boleh ikutan ajuin
proposal cinta juga kan ke Nindya?? Hehee.. Dijamin yang ini
pasti dari 99,99% dari hati yang terdalam, sedalam lautan
ketulusan.”
“Ihh.. Kakak, apa-apaan siyy.. becanda aja,” ucap Nindya
seraya tersenyum.
“Nggak ah, nggak bercanda, ini seurieuss, Dya..”
“Seriuskah?! Sungguh??”
“Sungguh, aku cinta kamu, Dya..”
“Mmm.. apa?? benarkah itu? Masa sih? Kok bisa?!”
“Eumm, banyak kali pertanyaannya..”
“Kalo 100% sih ...”
“Oke 100% ketulusan. ... Dya, sesungguhnya aku
mencintaimu, benar-benar mencintaimu,” ungkap Luthfi jelas
tak berbasa-basi.
“Mm.. cintaa.. apakah cinta itu murni dari hatimu?!”
tanya Nindya melirik ke arah Luthfi, sedang Luthfi tersenyum
seraya berkata, “Murni, semurni embun yang terjatuh di
dedaunan saat fajar tiba.”
“Hmm.. bisa aja.. Kak.. Pada dasarnya diriku juga begitu.
Telah bersemayam cukup lama dalam lubuk hati dasar cinta
itu. 

Dasar cinta yang kubangun sebelum kau benar-benar
mengucap hal itu pada diriku. Sebenarnya aku sedang, telah
menunggu ucapan itu. Sejak kecil aku sempat menyukai
seorang sahabat dari kakakku, yang entah ke mana. Dan kini..
ia tepat ada di sampingku, ..orang itu adalah kakak sendiri.”
Uangkap Nindya menatap mata Luthfi seraya menundukkan
wajahnya.
“Sejak kecil??” tanya Luthfi sedikit kerutkan dahi.
“Heemh.. iyaa..”
“Dan aku pun lebih kurang begitu, Dya. Aku
mengagumimu, sebelum kubertemu denganmu, ketika kulihat
kamu di sebuah perpustakaan. Aku menyukaimu, ketika
hendak berikan buku milikmu yang tak sengaja terjatuh waktu
di toko buku, dimana aku bekerja bersama temanku, kukenal
kamu dengan nama Dya Putri. Aku mencintaimu, ketika
bertemu lagi denganmu saat kamu teteskan air mata tanda
kesedihan hatimu, rasanya kuingin hapuskan air mata itu. Aku
pun sayang dan akan selalu menyayangimu, menjagamu,
sebelum dan setelah kutahu bahwa kamu adalah adik dari
sahabatku, dimana kakakmu berpesan padaku untuk
mencarimu dan menjagamu dengan sepenuh hatiku. ...Ku
petikkan bunga ini untukmu [sambil memetik setangkai bunga
putih] ...pertanda kesucian dan ketulusan hatiku mencintamu.
Semoga engkau tak keberatan tuk terima cintaku,” ungkap
Luthfi memberikan bunga itu pada sesosok perempuan
dihadapannya.
 
“Makasih.. aku terima cinta tulus Kakak,” Nindya menarik
nafas lumayan dalam, wewangian bunga terhirup bersama
udara. “... Dan aku yakin, diriku takkan meragu cintamu. Kak
Haris pernah bilang saat ketemuan di taman ini juga. [Nindya
memandang jauh bunga-bunga yang terhampar luas]. ...Kak
Luthfi lah yang menolongnya, Kakak benar-benar sahabatnya.
Ketika kakakku terjatuh, Kak Luthfi membangunkannya,
menyadarkannya, dan selalu meyempatkan waktu untuknya,
tak sedikit pun menjauhinya. Begitu katanya. Alhamdulillah,
terima kasih Ya Allah, Engkau telah sembuhkan kakakku dari
jerat narkoba.” Menghela nafas sejenak, setetes air mata tak 
terasa hinggap di pipi Nindya, lalu melanjutkan ucapannya,
“Kak Haris juga sempat bilang. Nindya, andai kakak lucumu ni
menghilang dan tak ada lagi yang hapuskan air matamu,
janganlah bersedih, susut saat nanti akan ada yang
menghapuskan air matamu itu, mampu tuk menjagamu, lebih
menyayangmu,” cerita Nindya panjang lebar.
Luthfi hanya menjadi pendengar setia saat itu, tak ada
sepatah kata terucap, melainkan sebuah senyuman lembut
saja.
 
“..Terima kasih Ya Allah, kini akan ada seorang yang kan
menghapuskan air mataku, yaitu dirimu,” sambung Nindya
menoleh ke arah Luthfi.
Kupu-kupu pun hinggap pada setangkai bunga putih yang
sedari tadi dipegang jemari Nindya. “Hmm.. kupu-kupu yang
indah yaa..?!” ucap Luthfi kembali berkata.
“Kupu-kupu yang indah dan bunga yang indah pula..”
ucap Nindya.
“Kayaknya objek yang bagus buat difoto..”
“Ehh.. iya.. foto dong, Kak.”
Luthfi mengambil sebuah handphone berkamera dari
saku belakang celananya.
“Yaahh.. baru saja mau difoto, ehh.. malah terbang..”
“Sepertinya kupu-kupunya grogi tuk bergaya di depan
kamera, hehee..” ucap Nindya tertawa kecil.
“Kayaknya sih gitu.. hehee..”
 
Begitulah ungkapan hati dari kedua insan yang saling
mencinta. Lalu mereka lanjutkan obrolannya tentang
kehidupan Haris waktu dulu. Tak lupa juga percakapan
mengenai buku terbaru yang menjadi penutup obrolan
mereka. Selepas itu, Nindya diantar pulang oleh Luthfi dengan
Vespa unik yang kadang mogok tanpa sebab yang jelas.
Tibalah mereka di rumah Nindya. Seperti biasa Pak
Satpam menyambut kedatangan mereka.
“Dya, aku langsung balik aja yaa!”
“Nggak mampir dulu..”
“Entar saja deh. Salam buat semuanya.”
“Iya deh. Hati-hati mogok lagi.. hehee..”
“.. Yuu ahh..” Luthfi pun mulai menghidupkan motornya.
“Mari Pak..!” ucapnya pada Pak Satpam sebelum Vespa
itu kembali menapaki jalan raya.
“Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam..”
“Yah, Bun, dapat salam lagi tu dari Fikri..” kata Nindya.
“Fikri siapa, Nin?” tanya Ayah Yusuf.
“Itu, Fikri yang suka diceritakan Nindya sama Mama. Ehh,
Papa gak tau sih, selalu sibuk..” ucap Bunda Tiara.
“Fikri yaa?! Fikri.. Hmm?? Fikri yaa??!”
“Iyaa Ayah. Ayah kenal?”
“Hmm, nggak juga, kan sama sekali belum pernah
bertemu.”
“Mmm... Iyaa yaa,” ucap Nindya yang terus masuk ke
kamarnya. Sedang Ayah Yusuf dan Bunda Tiara masih di
ruang keluarga.
“Mah, ceritai dong ke Papa tentang Fikri itu, teman
Nindya itu..”
“Boleh.. sekarang??”
“Iya laah.. kapan lagi coba.. masa nunggu hari esok.”
Bunda Tiaramulai bercerita, “begini yaa, Fikri temannya
Nindya itu, anaknya baik..”
“Teman kuliahnya juga??”
“Bukan sih. Nindya ketemu Fikri itu saat di toko buku
katanya. ... Saat, saat yang lalu Fikri juga pernah kemari kok,
mengabari Nindya tentang keadaan kakaknya, Haris..”
“Teruss..” kata Ayah Yusuf.
“... Barulah Nindya tau bahwa Fikri yang sudah lama
dikenalnya itu..”
“Yaa teruss..”
“teras terus, teras terus.. bentar, Pah. Mama mau minum
dulu, haus.”
“Hmm.. si Mama..” “...”
-¤¤¤-

Hangat mentari menyemangati diri, saatnya menatap hari
dengan penuh inspirasi, langkahkan kaki telusuri detik yang
terus berjalan tiada henti. Luthfi pun berangkat untuk
menghadiri sebuah acara yag kemarin lusa sempat tertunda.
Ia kembali kendarai Vespa temannya, menjelajah jalan-jalan
ibu kota yang kadang macet namun untungnya tak lama.
Luthfi hadir di antara yang lainnya, ia duduk di depan
seperti tamu istimewa saja. Tibalah waktunya untuk memulai,
melanjutkan kembali acaranya.
 
“Baik kita lanjutkan. Perlu diketahui, program yang dibuat
Pak Zakaria ini memerlukan kata kunci untuk membukanya,
dan perlu cara unik untuk memecahkannya. Seperti yang kita
bahas kemarin bahwa dalam program ini terdapat 3 buah kata
kunci yang bisa dipilih, diketikkan kata demi kata, dan diantara
kata itu harus ada jeda. Misal, seperti yang kita ketahui ,
keynya itu cintailahrasulullah, maka ketik cintailah berhenti
sejenak, lalu dilanjutkan dengan mengetikkan rasulullah.
Sebenarnya program ini tak perlu penekanan ENTER maupun
OK segala, tombol OK di sini hanyalah pengecoh saja. Oleh
karena itu, setelah anda-anda ketikkan dengan benar, dalam
hitungan tujuh detik program tersebut akan terbuka dengan
sendirinya. Cukup dapat dipahami..?! Tapi, jika yang Andaanda
ketikkan itu salah, program itu akan musnah dengan
sendirinya,” tutur Panitia itu yang kemudian ia lanjutkan
bicaranya. “Di sini ada dua orang yang berhasil, benar-benar
tepat, yang akan mendapatkan hadiah lebih dan lebih, sebuah
hadiah istimewa. Mereka itu adalah Gofa dan Luthfikri. Hanya
ada satu nama saja yang akan mendapatkan hadiah istimewa
itu, berupa seperangkat komputer spesifikasi tertinggi saat ini.
Siapa diantara mereka berdua yang mendapatkannya?!”
“Gofa.. Gofa..!!” teriak sebagian orang yang ada di sana.
“Luthfi.. Luthfikri..!!” kata yang lainnya lagi.
“Tenang dulu.. berdasarkan pertimbangan Panitia dan
setelah rapat kemarin..” ucap Panitia. Mereka yang
menyaksikan kembali ricuh menyebut nam Gofa juga Luthfi.
Panitia pun berkata, “Tenang.. harap tenang..!! Hmm..
seseorang yang berhak mendapatkannya adalah... adalah..
siapa??!.. Yaa.. Luthfikri..!! Selamat buat Luthfikri.”
“Hah gue?” kok gue? Kok bisa?!” kata Luthfi pada teman
di sebelahnya.
 
“Weiyy.. selamat..” ucap seseorang disampingnya itu.
Beberapa meter dari tempat duduk Luthfikri, Gofa
berkata agak keras, “Waah kok gitu, kenapa mesti Luthfi??!”
Gofa tak terima dengan putusan itu.
“Bener tuhh..!!” ucap Ozi, salah seorang teman Gofa.
Seorang Panitia memberikan microphone pada Gofa,
lalau ia pun bicara, “Pak, masa dia yang dapatkan itu, walau
kita berdua sama-sama berhasil, tapi saya kan yang lebih
cepat memecahkannya. Lagian dia kan hanya sekedar
menggantikan Haris.”
 
“Coba pertimbangkan kembali donk, Pak..” ucap
seseorang di samping Gofa.
“Saya perlu penjelasannya, Pak..!” ucap Gofa.
Luthfi akhirnya berkata, “Pak Panitia, saya sadar saya tak
lebih unggul darinya, juga saya sendiri hadir di sini hanya
untuk menggantikan sahabat saya, Haris. Kayaknya saya tak
begitu berhak atas pengharaan itu semua. Bukanlah untuk
saya seharusnya.”
 
“Memang begitu seharusnya..” kata Gofa.
“Hmm.. bagaimana para Panitia??” tanya panitia itu pada
yang lainnya.
“Okkelah kalo begitu.. mmm setelah kami pertimbangkan
dengan matang, hadiah tersebut diberikan seutuhnya pada
Gofa. Selamat buat Gofa. Dan untuk Luthfi, maaf, mungkin
Anda belum beruntung detik-detik ini. Yaap, coba nanti kita
lihat sebuah tayangan sebentar lagi, sedang dipersiapkan,
yang akan menjelaskan ini semua,” ucap Panitia.
Ketua Panitia mulai bicara melajutkan temannya, “Kami
dihadapkan dengan berbagai pertimbangan. Disatu sisi kami
harus mengikuti apa perintah dari Pak Zakaria, mengenai
penentuan pemenangnya. Disatu sisi kami pun sulit untuk
menentukan pemenangnya. Walau memang sebenarnya kami
tegaskan sekali lagi, di sini, dalam acara ini tak ada istilah
menang atau kalah.”
 
“Pak, sudah siap ditayangkan,” ucap seorang Panitia.
“Yaa, mari kita saksikan bersama tayangannya. Semoga
ini dapat memperjelas semuanya dan dapat dipahami kita
semua. Gofa, perbaikilah sikapmu..!” kata ketua Panitia saat
video mulai diputarkan.
 
Sebuah video hasil bidikan kamera pengintai diputar
dihadapan semua yang ada di sana.
Video itu menayangkan tentang Gofa dan Haris ketika ia
berada di rumah Pak Zakaria. Di sana terlihat Gofa yang
hendak memasangkan sebuah keylogger hardware di
komputer Pak Zakaria.
 
“Inilah yang dilakukan Gofa sebelum ia benar-benar bisa
memecahkan teka-teki program yang dibuat Pak Zakaria itu,”
kata seorang Panitia. Ketika penitia itu berkata demikian, Gofa
tertunduk malu, tak bisa mengelak tak bisa menangkalnya.
“Huu.. hu.. curang loe..!!” ucap beberapa orang.
 
“Dan coba lihat yang ini..” sambung Panitia itu.
Kali ini menayangkan Haris yang pada waktu itu hendah
ngeprint. Lalu memasang flasdisk miliknya. Tak sengaja ia
lihat sebuah keylogger yang tertancap. “Hah.. keylogger?”
kata Haris. Di sana Haris pun mencuri data yang yang terekam
oleh keylogger itu sekaligus mengcopy paste program buatan
Pak Zakaria ke flashdisknya. Setelah memprint beberapa
lembar tulisan, ia bertemu dengan Gofa yang juga berkunjung
ke rumah Pak Zakaria untuk mengambil jaket. Terlihat dengan
jelas gerak gerik mereka dalam video rekaman itu.
Seorang Panitia melanjutkan bicaranya, “Pak Zakaria
pernah berkata ketika memperlihatkan video tersebut untuk 
kali pertama pada saya. ‘Jika pada waktunya nanti diantara
mereka berdua atau keduanya berhasil dengan tepat
memecahkan program yang saya buat itu, carilah diantara
keduanya yang lebih jujur , minimal mereka mengakui akan
kesalahannya sendiri sebelum kita hadirkan sebuah bukti
kehadapan mereka,’ begitu kata beliau. Cari yang jujur, Pak?
tanya saya saat itu. ‘Iya, carilah yang jujur. Mmm.. bangsa ini
butuh orang-orang yang jujur. Kejujuran itu adalah hal yang
teramat berharga tiada tara. Namun janganlah sesekali
memanfaatkan kejujuran yang nampak pada diri seseorang
itu, kita jadikan sebagai tameng, sebagai pelindung untuk
menutupi sebuah kesalahan, sebuah ketidakjujuran,
kebohongan dari diri kita sendiri,’ sambung Pak Zakaria. Saya
tak sempat bertanya lebih lanjut, karena waktu itu beliau agak
sibuk dan terlihat sakit-sakitan. Dan sekarang saat kami
dihadapkan pada satu hal yang cukup rumit, tentang
penentuan pemenangnya. Yaa, kami harus menimbangnimbang
diantara kedua orang ini, yaitu Gofa dan Haris yang
tak kan mungkin menghadiri acara ini. Kami berempug, lalu
kami putuskan untuk memberikannya pada Luthfikri pengganti
dari Haris. Namun ketika putusan kami ini mendapat
penolakan, diprotes. Kami berpikir kembali, memang kejujuran
itu tak mudah begitu saja diketahui, dibuktikan. Jadi kami
putuskan untuk yang kesekian kali, pemenangnya adalah
Gofa. Sementara untuk Luthfi, kami hanya bisa ucapkan maaf
saja saat ini. Cukup sekian dari saya , sekarang giliran Pak
Ketua untuk mengucapkan beberapa patah kata, yang tak
patah.”
 
Katua Panitia kembali bicara dihadapan semua,
didampingi Pak Yusuf, “Yaa, terima kasih. Hmm.. hm.. saya..
harus menyampaikan sesuatu, dan ini.. ini teramat penting,
terutama bagi seseorang yang ada didekat Anda-anda
sekalian. Selamat.. Gofa, Anda tetap dapatkan hadiahnya.
Buat Luthfi, Anda janganlah berkecil hati dulu. Walau Anda tak
cukup berhasil, namun Anda sungguh sangat beruntung.
Mungkin Luthfi juga semuanya bertanya-tanya mengapa saya

Tidak ada komentar: