Selasa, 13 Maret 2012

Apa yaa? Apakah hidup ini khan lebih baik dari mimpi bag 2

Di tempat lain ada seorang pemuda, salah satu member
dari situs komunitas milik Pak Zakaria itu. Ia bernama Haris
Hudaya Putra. Ia terhanyut dalam panjatan do’a. Dalam
do’anya ia renungkan kembali hidupnya waktu-waktu silam,
hidupnya dulu sebelum terlepas dari cengkeraman narkoba.
Ia sebenarnya seorang putra yang baik, hormat pada
orang tua. Namun, suatu kejadian hidup membuatnya
berubah.
Ketika itu ayahnya terkena fitnah menggelapkan uang
perusahaan tempat ayahnya bekerja. Ayahnya sempat di
penjara, sakit-sakitan, hingga ia pun meninggal.
 
Haris sempat menuliskan kekecewaan dan kekesalan
hatinya lewat sebuah blog, “Apakah hukum hanyalah
basa-basi yang bikin sakit hati, harusnya
hukum bukanlah sekedar basa-basi. Seharusnya
hukum tak bisa tuk di “negosiasi” [dalam tanda
kutip]. Apalagi diintimidasi..! Woy! Jangan
tempatkan hukum di tong sampah..!! Apa HUKUM =
SAMPAH ??!” seperti itulah tulisannya dalam sebuah blog.
Setelah ayahnya meninggal, haris kabur dari rumah.
Hidupnya tak tentu arah. Ibunya mulai sakit, kerap bolak balik
rumah sakit. Tak lama kemudian ibunya pun meninggal
menyusul ayahnya. Ibunya meninggal dihadapkan Haris,
jemari tangannya masih digenggam erat Haris, saking
sayangnya pada seorang ibu.
 
Tak tahan dengan kehidupan yang dirasanya tak
bersahabat, sarat dengan ketidakadilan. Pikirannya kalut, ia
berpaling dari kehidupan nyata, bercengkerama dengan
narkoba. Kuliahnya hancur, apalagi setelah projectya, source
code sebuah program yang dengan susah payah dibuatnya itu
dicuri teman kampusnya sendiri dan parahnya lagi hasil karya
intelektualnya diakui teman kampusnya itu sebagai hasil
kerjanya dan menjual program tersebut ke sebuah
perusahaan.
 
Haris tak tahu lagi harus ke mana dan harus gimana
setelah rumah orang tuanya disita hingga ia terpisah dengan
adiknya yang entah di mana, tak ada kabar berita. Ia merasa
sebagai seorang kakak yang tak berguna, tak bisa menjaga
adiknya dengan cinta. Ia hanya sibuk menganiaya dirinya
sendiri dengan narkoba.
Namun untungnya ada sahabat yang benar-benar
sahabat sejati menolong hidupnya hingga ia tak jatuh ke
jurang yang lebih dalam lagi.
 
“Ya Allah, ampuni aku yang benar-benar berat dosanya..
Ampuni aku Yaa Allah, ampuni aku segenap jiwa ragaku.
Jauhkanlah aku dari nerakaMu, dekatkanlah aku menuju pintu
surgaMu. Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, Engkau
hadirkan padaku seorang sahabat yang selalu membantuku,
menuntunku untuk tetap berada pada jalanMu. Ya Allah, Ya
Rabb.. pertemukanlah aku dengan adikku walau hanya dalam
sebuah impian yang tak bisa kubayangkan.”
Ia sempat terpikirkan untuk mencari adiknya di situs
jejaring sosial Friendster. Harapnya moga saja ia dapat
menemukannya. Ia sesekali pergi ke warnet memfokuskan
tujuannya untuk mencari adiknya itu. Setelah lama nyari-nyari
sebuah nama, ia sempat putus asa karena banyak juga user
yang sama dengan nama adiknya. Namun, ia mencoba
mengetikkan nama adiknya itu dengan lengkap pada kotak
pencarian. Ia tertegun sesaat, “Apakah ini benar profil
adikku?!” Klik, ia lihat halaman profil yang ber-picture-kan
seekor kupu-kupu hinggap pada sekuntum bunga. Ia pastikan
ini benar-benar milik adiknya, terlihat dari kumpulan photo
yang berjejer dalam 3 buah album. Ia masih terdiam, tak
menyangka, lalu membaca yang tertulis di sana dengan mata
tiada berkedip sekian lama, kemudian terhenti, sejenak
mengganti udara kotor di parunya. Lalu ia membaca pada
bagian ‘Who I want to meet’. “..kakak lucuku, kau
dimana? adik imutmu ini lelah menunggu,
merindukanmu tak terbatas waktu..” begitu.
 
“Maafkan kakak, Adik..!!” lirih Haris. Air matanya menetes
menimpa tombol ENTER keyboard. Haris semakin yakin.
Ditulislah pada halaman profil adiknya itu,
“Assalamu’alaikum adik imutku. Bagaimana
keadaanmu saat ini?!” Setelah itu ia sudahi dan lantas
pulang ke kosannya. Jalan kian terbuka, ia amat bahagia,
hatinya kini tak sesedih seperti kemarin di hari Selasa.
Nindya yang pada waktu itu sedang makan siang di
kantin kampusnya, mulai membuka laptop miliknya. Ia klik
ikon Winamp seraya memutar lagu milik Evanescance, tak
lupa ia juga jalankan Opera browser untuk menjelajah dan
langsung menuju situs jejaring sosial Friendster lalu login deh,
biar nggak jenuh saat mengerjakan tugas kuliahnya.
Ketika ia membaca pesan di halaman profilnya, air
matanya menetes seakan tak percaya dengan apa yang
dibacanya. Sebuah pesan dari kakaknya yang setelah sekian
lama tak ada kabar darinya. Ia tahu dan merasa tak ragu, itu
adalah kakaknya walau sebuah photo pun tak ia jumpai di
profil kakaknya tersebut. Karena kayaknya tak ada lagi orang
lain yang memanggilnya ‘adik imutku’ selain kakaknya itu,
seakan kata itu semacam kata kunci antara adik dan kakak. Ia
lantas mengirimkan sebuah personal message ke profil yang
ber identitaskan ‘Kakak Lucumu’. Namun Nindya tak terburuburu,
ia kembali harus memastikan benar tidak itu kakaknya.
 
Hati Nindya berdebar tak sabar menunggu sebuah balasan.
Lalu ia kerjakan lagi tugas kuliahnya, “Akhirnya selesai juga
tugas kuw,” ucapnya sambil meminum teh botol dingin
menyegarkan kerongkongan yang kekeringan.
-¤¤¤-
 
Sekitar pukul 8.00 pm, Nindya duduk manis di depan
laptopnya. Suasana hatinya hampir senada dengan siang tadi
ketika ia kirimkan pesan untuk kakaknya. Ia menunggu dan
tak hanya menunggu sebuah jawaban tak menentu.
 
Haris berlari kehujanan ketika menuju warung internet
sebelah kosannya, dengan terpaksa mesti mengeringkan dulu
sweeternya dan melepasnya sebelum masuk ke warnet yang
penuh sesak oleh puluhan pengguna. Ia duduk terlebih dahulu
menunggu yang seseorang beres ngenet. Sebenarnya ia tak
ingin menunggu seperti itu, ia ingin cepat-cepat mengetahui
udah ada balasannya atau belum dari adiknya itu. Namun
mesti gimana lagi, masa nyerobot komputer yang lagi dipake
orang begitu saja. Ia sabar menunggu dan menunggu, hingga
tiba juga giliran baginya untuk terhubung ke dunia maya.
 
Sekian lama Nindya menunggu sebuah balasan yang tak
kunjung ada. Ia lantas logout dari Friendster itu dengan berat
hati, “Mungkin esok kakakku akan menghubungiku,” lirihnya.
Sedang Haris yang baru saja login, ia mendapati sebuah
pesan, “Ini pasti dari adikku,” pilingnya. Dengan penuh
keyakinan dan senyum lebar seakan tiada beban, Haris
mengkliknya. Pesan itu memang dari adiknya. Ia sungguh
girang, sampai-sampai menggebrak meja komputer lumayan
keras.
 
“Assalamu’alaikum, Alhamdulillah baik,
Kak. Apakah kau benar kakak lucuku
yang telah lama kucari itu?? Bagaimana
keadaan kakak? Sekarang di mana??
Mohon balas secepatnya.. adik imutmu
ini merindukanmu.. +6285224881138 ;)”
begitu isi dari pesannya.
Kemudian Haris pun langsung membalasnya,
 
“Wa’alaikumussalam.. Alhamdulillah
kabar kakak baik juga. Adik imutku,
ini sungguh kakak lucumu yang
merindumu dan akan selalu
menyayangimu. Maafkan kakak yang dulu
menghilang tak bilang-bilang, berlalu
tanpa arah tanpa tuju, kakak tak tahu
harus ke mana waktu itu. Hingga kini
Alhamdulillah, Allah mempertemukan
kita. Kakak tak menyangka bisa
berkomunikasi lagi walau hanya dalam
kata-kata. Sekarang kakak masih di
Jakarta kok, jangan hiraukan kakak,
Insya Allah kakak baik-baik saja.
Nindya, ini YM kakak
am4t1ran@yahoo.com .. baik-baik yaa
Dik..”
pesan pun terkirim, namun sayang Nindya tak sedang online.
Setelah itu, lalu Haris membuka beberapa situs berita
untuk menambah pengetahuannya.
-¤¤¤-
 
Di pagi hari saat Nindya telah terbangun dari tidurnya,
dengan wajah berseri dan mata yang bercahaya ia melihat ke
langit sana, “Kayaknya hari ini akan cerah dan lebih cerah dari
hari kemarin,” ucapnya. Kuliah pagi menuntunnya untuk
bergegas pergi ke kampus dimana ia menuntut ilmu. Nindya
pun berangkat bersamaan dengan ayahnya yang juga akan
berangkat ke kampus walau yang dituju bukanlah universitas
yang sama. “Ayah, tunggu..!!” kata Nindya sedikit berteriak
memanggil ayahnya yang telah melaju dengan mobilnya,
hingga mobil pun berhenti mempersilakan Nindya.
 
Seusai kuliah, Nindya menyalakan laptopnya sejenak,
menunggu Mentari dan Anggara untuk pergi ke toko buku.
Lalu ia baca pesan yang di tinggalkan kakaknya untuknya di
situs jejaring sosial. Ia berharap kakaknya sedang online, ia
ingin bicara panjang lebar. Setelah ia tambahkan account
Yahoo milik kakaknya ke dalam list teman chatting-nya,
permintaan pun langsung di terima. Barulah ia tahu bahwa
kakaknya lagi online. Penantiannya tak sia-sia kini.
Mulailah Nindya Chatting dengan kakaknya.
 
- ass.. kakak lucuku.. ^_^
- wa’alaikumsalam, adik imutku... pa kabar dik?? :)
- kabar baik kak, kakak?
- alhamdulillah baik juga
sekarang tinggal di mana??
- sekarang tinggal sama om yusuf dan tante tiara,
temennya papa mama kita dulu..
- ohh,,, om yusuf yang dosen hukum ituh??
- iyahh... kak,, kakak di manaa????!!
biar nanti adik temui kakak...
- kakak di jakarta, masih di jakarta kok, jangan temui
kakak dulu,, biar nanti kapan-kapan kakak yang
kunjungi adik,,,
- :( tapi kak..
- jangan khawatirkan kakak... kakak baik-baik aja kok..
- kak, ada webcam-nya nggak?? pengen liat wajah
kakak gimana sekarang yahhh..??! :D :D
- ada.. bentar.. please wait.. gituh.. ;)
hmm... adik imutku tambah imutz adzah nigh.. :D
jadi pengen nyubit pipinya...
- ahh... kakak.. mmm,,, kakak kok kayaknya kurusan
yaa!!
tapi tetep.. :)
- tetep apaa??
- Tetep lucu kok,, tak hilang ketampanannya dikit pun...
heheee... :))
- Halaahhh.. :D merayuww niyyy... :)
Lanjutlah percakapan mereka lewat jalur suara.
“Test.. test..ttt... adik.. dik..”
“OK.. adaa.. testt diterima.. heheee...”
“Kak, nomor hp kakak berapa?? Biar adik mudah buat
ngehubungi..”
“Adikku tersayaaang.. kakak lagi gak punya hp sekarang,,
mau dihubungi lewat nomor apaa?? Nomor KTP??? hhaa..”
“Ihh.. kakak.. eh iya kak, kan dulu tu kakak diberi ATM
oleh papa, kenapa nggak dipake saja... Masih ada kan?? Masih
bisa digunain??”
 
“Kayaknya sih adaa,, tapi kan gak tau PIN-nya apa?? kan
cuman Nindya doang yang tau..”
“Iya yahh.. nih adik kasih tau,, PIN-nya itu 870900”
“Berapa, Dik?” tanya Haris. Lalu Nindya mengetikkannya
di jendela chat biar jelas, “870900” terkirim.
“Tahu nggak kak artinya itu apa??!” tanya Nindya.
“Mmh.. bentar... di utak-atik dulu...”
“..Mm.” Haris berpikir sejenak.
“..Hmm.. kayaknya ini tanggal pernikahan mama papa
deh,, diambil dari 09 07 80 kan??! tebak Haris.
“Yupz.. betuulll... adik beri 1000 point buat kakak..!!!
“Kurrangg.. tambahin lagi pointnya...!!”
Tangan kanan Haris sejenak menggerakkan mouse yang
ada di samping keyboard untuk memindahkan kursor seraya
mengetikkan “.. :D :D :D :D ......”
“Eeh kak,, .. tau nggak kenapa dulu papa berikan itu
kartu ATM-nya ke kakak dan cuman beri tahukan PIN-nya itu
ke adik... sedang kakak sendiri nggak diberi tau dan nggak
boleh tau??”
“Iya yah.. pesan papa, adik gak boleh beri tau PIN-nya
pada kakak..” ucap Haris. Mereka mengingat-ingat apa yang
dulu ayahnya pernah berkata.
“Menurut kakak sih gini.. kan kakak agak boros tuh,
jadinya kalo kakak yang pegang ATM sekaligus tau PIN-nya,
bisa-bisa cepet abis tuu.. sedang kalo yang adik yang pegang
ATM dan PIN-nya, takutnya ATM-nya ilang, kan waktu itu adik
masih kecil.. lagian adik juga kan pelupa, suka naro barang
dimana aja.. hehee...”
 
“Ishh.. kakak.... jaahattt...”
“Tapi rasanya ada tujuan lain yang lebih utama dari itu
semua..” tutur Haris.
“Apa, Kak??”
“Apa yaa?! ... Itu dimaksudkan papa buat ngejaga agar
kita selalu bersama, tetap saling menyayangi,, mungkin gitu
dan memang begitu harusnya sih..”
Hati Nindya terenyuh, tetesan air mata seakan loncat tak
bisa ditahannya, yang dengan segera diusap oleh jemari
lentiknya. Seraya tersenyum simpul menambah kemanisan
paras lembutnya yang kian berseri.
 
“Kenapaa, Dik. Ada apa??” tanya Haris khawatir melihat
adiknya demikian.
“Ah nggak... cuman kelilipan, ada sebutir debu masuk..”
ucap Nindya menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.
“Mmm.. rindu papa mama yaa??” Haris menarik nafas.
“... Iyaa..” jawab Nindya menganggukkan kepala. “Kak,
kapan kita ketemuan, adik rindu kakak..” sambungnya.
“Secepatnya,, nanti kakak hubungi..”
 
Dari earphones Haris terdengar ada seorang wanita yang
memenggil-manggil adiknya, “Dya, Dya.. Dyaa..!!” kemudian
disusul suara pria, “Dya..!” mencari-cari adiknya.
“Kak, teman-teman udah pada datang,, adik pamit dulu
mau ke toko buku.. nanti kita sambung lagi..”
“Tak apa kan kakak lucuku..??” tambah Nindya,
senyumnya masih terlihat manis di balik monitor berlayar
cembung.
“Iyaa.. nggak pa paa.. adik imutku..”
“Wassalamu’alaikum.. Kak..”
“Wa’alaikumsalaam..”
 
Haris menutup aplikasi Yahoo! Messenger-nya dan terus
kembali melanjutkan pekerjaannya setelah status Nindya
sudah terlihat offline.
Nindya menutup laptopnya seraya berkata pada kedua
temannya, “hey.. heiyy.. kawand-kawand kuw, jadi berangkat
kan..??!”
“Yaa.. Iyaa..laah..” ucap kedua temannya itu.
Sebelum Nindya, Mentari dan Anggara pergi menuju toko
buku, mereka ke rumah Nindya terlebih dulu. Mereka di
sambut oleh Om Yusuf juga Tante Tiara yang sedang
memasak, tepatnya mencoba resep dari majalah yang waktu
kemarin dibacanya.
 
Nindya memperkenalkan Anggara pada ayah angkatnya,
karena mereka baru bertemu kali ini, sedangkan Mentari tentu
saja tak ia perkenalkan, Om Yusuf dan Tante Tiara sudah lama
mengenalnya.
“Yah, ini teman di kuliahan, namanya Anggara. Angga ini
ayah saya, ayah Yusuf,” ucap Nindya. Mereka bersalaman.
“Tari, Dya ke kamar dulu, tunggu bentar yah..”
“Iya..” jawab Mentari singkat.
Tante Tiara yang sedari tadi bereksperimen dengan
bahan makanan, memanggil Tari yang sedang duduk-duduk
memandangi dari kejauhan dua orang pria, tentunya Anggara
dan Om Yusuf yang lagi berbincang.
“Tari, ke sini deh.. cicipi masakan tante..” ajak Tante
Tiara pada Mentari.
Tari menoleh dan langsung pergi ke dapur, “masak apa
Tante..??” ucapnya.
“Ini nyobain dari majalah.”
Di ruang tamu, obrolan antara Anggara dan Om Yusuf
mulai akrab.
“Om, katanya Om dosen hukum yaa?” tanya Angga.
“Iya, kok tau??” ucap Om Yusuf.
“Kata Nindya..”
“Oo.. Mm.. Ade ini mahasiswa hukum juga? Sama kayak
Nindya, sefakultas??” ucap Om Yusuf nanya balik.
“Ya.. iya.. Om, pasti..” tegas Anggara.
“Baguslah.. biar tambah banyak orang yang ngerti akan
hukum, tapi ...” ucapan Om Yusuf terhenti sejenak.
“Tapii apaa, Om??! tanya Anggara agak heran.
“Tapiiii, pesan Om, jangan coba-coba untuk
mempermainkan hukum,” bisik Om Yusup ke telinga kanan
Angga.
 
“... Mmm.. pastilah Om, Insya Allah nggak.. akan..”
jawab Anggara terbata-bata.
“Mmm.. Insya Allah nggak?! Atau Insya Allah akan??!”
ucap Om Yusuf tersenyum.
“Insya Allah.. Tidak.. Hukum itu seakan hati. Kalo hati
dipermainkan, heeuu.. sakiittt.. ... ..Hukum itu harus punya
hati, Om,” tutur Angga.
“Good.. betul itu.. Om setuju..” Om Yusuf manggutmanggut
seraya tersenyum, salut dengan apa yang diucapkan
Anggara.
 
“Oh.. Iya Om, mau tanya dikit, cita-cita Om waktu kecil
mau jadi apa sih??” Angga bertanya lagi.
“Cita-cita Om dulu inginnya jadi seorang hakim,
sepertinya seru saja gitu menghakimi orang, mendakwa orang
28
dzyemtri.muharram@gmail.com
dan mungkin yang membuat tertarik... ngetok-ngetok palunya
kayaknya.. hihi..” jawab Om Yusuf tertawa kecil.
“Hahaa.. Om bisa saja..”
“Kalo Adek, bagaimana?”
 
“Seperti kebanyakan anak kecil dulu, pengenanya simple
Om, namun berat kalo dijalani. Itu Om, pengen jadi presiden.
Namun, suka berubah gitu aja, maklumlah. Misalnya saja
ketika lihat dokter, pinginnya jadi dokter. Lihat ini, pengena
jadi ini. Lihat itu, pengen jadi itu, nggak konsisten. Tapi,
anehnya nggak tertarik tuh ingin jadi seorang dokter gigi.
Kayaknya gimanaa gituh.. hihiii.. ngerriii..” cerita Angga.
“Hmm.. kalau sekarang??” tanya Om Yusuf.
“Kalo sekarang.. biarkan mengalir seperti air saja, Om.
Mengalir dari muara ke hilir..” ungkap Angga.
“Hmm.. biarkan mengalir seperti air.. Namun, perlu juga
sesekali melawan ombak lautan, biar nggak terbawa arus
kejahatan..” tanggap Om Yusuf.
“Baik Om, Do’akan yaa, Om. semoga saya cepet lulus dan
dapat kerja yang baik..”
“Insya Allah.. Amienn.. Jangan lupa Do’akan Om juga
yaa. Semoga Om menjadi seorang dosen yang Al-Hakim,”
ucapnya seraya tersenyum. Anggara pun tersenyum mengikuti
senyuman Om Yusuf.
 
“Om mesti berangkat ke kampus dulu, nih. Ditinggal dulu
yah.. sekalian bilangin pada semuanya..” pesan Om Yusuf
pada Angga sambil melihat jam di tangan kirinya.
Setelah Om Yusuf berangkat, Nindya muncul lantas
bertanya pada Anggara, “Ayah ke mana, Ga??”
“Om Yusuf baru aja berangkat ke kampus..”
“Oohh... ... Tari..?!” tanya Nindya lagi.
“Lagi di dapur sama Tante Tiara... Tuuhh..” jawab
Anggara sambil menunjuk ke arah Mentari yang baru saja dari
dapur menghampiri mereka berdua.

Tidak ada komentar: